RSS

Jaminan Sosial, Perselisihan dan Perburuhan International

Jaminan Sosial Tenaga Kerja

    Pelaksanaan sistem jaminan sosial ketenagakerjaan di Indonesia secara umum meliputi penyelengaraan program-program Jamsostek, Taspen, Askes, dan Asabri. Penyelengaraan program Jamsostek didasarkan pada UU No 3 Tahun 1992, program Taspen didasarkan pada PP No 25 Tahun 1981, program Askes didasarkan pada PP No 69 Tahun 1991, program Asabri didasarkan pada PP No 67 Tahun 1991, sedangkan program Pensiun didasarkan pada UU No 6 Tahun 1966. Penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia berbasis kepesertaan, yang dapat dibedakan atas kepesertaan pekerja sektor swasta, pegawai negeri sipil (PNS),dan anggota TNI/Polri.

Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) sebagaimana didasarkan pada UU No 3 Tahun 1992, pada prinsipnya merupakan sistem asuransi sosial bagi pekerja (yang mempunyai hubungan industrial) beserta keluarganya. Skema Jamsostek meliputi program-program yang terkait dengan risiko, seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan pemeliharaan kesehatan, dan jaminan hari tua.

   Cakupan jaminan kecelakaan kerja (JKK) meliputi: biaya pengangkutan, biaya pemeriksaan, pengobatan, perawatan, biaya rehabilitasi, serta santunan uang bagi pekerja yang tidak mampu bekerja, dan cacat. Apabila pekerja meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, mereka atau keluarganya berhak atas jaminan kematian (JK) berupa biaya pemakaman dan santunan berupa uang. Apabila pekerja telah mencapai usia 55 tahun atau mengalami cacat total/seumur hidup, mereka berhak untuk memperolah jaminan hari tua (JHT) yang dibayar sekaligus atau secara berkala. Sedangkan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) bagi tenaga kerja termasuk keluarganya, meliputi: biaya rawat jalan, rawat inap, pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan, diagnostik, serta pelayanan gawat darurat.

Pada dasarnya program Jamsostek merupakan sistem asuransi sosial, karena penyelenggaraan didasarkan pada sistem pendanaan penuh (fully funded system), yang dalam hal ini menjadi beban pemberi kerja dan pekerja. Sistem tersebut secara teori merupakan mekanisme asuransi. Penyelengaraan sistem asuransi sosial biasanya didasarkan pada fully funded system, tetapi bukan harga mati. Dalam hal ini pemerintah tetap diwajibkan untuk berkontribusi terhadap penyelengaraan sistem asuransi sosial, atau paling tidak pemerintah terikat untuk menutup kerugian bagi badan penyelengara apabila mengalami defisit. Di sisi lain, apabila penyelenggara program Jamsostek dikondisikan harus dan memperoleh keuntungan, pemerintah akan memperoleh deviden karena bentuk badan hukum Persero.

   A. Perlindungan Sosial (social protection).

Hingga saat ini terdapat berbagai macam definisi perlindungan sosial dan jaminan sosial. Keragaman ini dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi, dan politik suatu negara. Berikut adalah beberapa dari sekian banyak definisi yang digunakan oleh berbagai institusi dan negara.

Asian Development Bank (ADB) menjelaskan bahwa perlindungan sosial pada dasarnya merupakan sekumpulan kebijakan dan program yang dirancang untuk menurunkan kemiskinan dan kerentanan melalui upaya peningkatan dan perbaikan kapasitas penduduk dalam melindungi diri mereka dari bencana dan kehilangan pendapatan; tidak berarti bahwa perlindungan sosial merupakan keseluruhan dari kegiatan pembangunan di bidang sosial, bahkan perlindungan sosial tidak termasuk upaya penurunan resiko (risk reduction). Lebih lanjut dijelaskan bahwa istilah jaring pengaman sosial (social safety net) dan jaminan sosial (social security) seringkali digunakan sebagai alternatif istilah perlindungan sosial; akan tetapi istilah yang lebih sering digunakan di dunia internasional adalah perlindungan sosial. ADB membagi perlindungan sosial ke dalam 5 (lima) elemen, yaitu: (i) pasar tenaga kerja (labor markets); (ii) asuransi sosial (social insurance); (iii) bantuan sosial (social assitance); (iv) skema mikro dan area-based untuk perlindungan bagi komunitas setempat; dan (v) perlindungan anak (child protection).

   B. Jaminan Sosial (Social Security).

Seperti halnya perlindungan sosial, terdapat pula berbagai macam interpretasi jaminan sosial (social security). ILO (2002) menyebutkan bahwa jaminan sosial merupakan bentuk perlindungan yang disediakan dalam suatu masyarakat untuk masyarakat itu sendiri melalui berbagai upaya dalam menghadapi kesulitan keuangan yang dapat terjadi karena kesakitan, kelahiran, pengangguran, kecacatan, lanjut usia, ataupun kematian. Lebih jauh dijelaskan bahwa jaminan sosial terdiri dari asuransi sosial, bantuan sosial, tunjangan keluarga, provident funds, dan skema yang diselenggarakan oleh employer seperti kompensasi dan program komplimenter lainnya.

Michael von Hauff dalam “The Relevance of Social Security for Economic Development” mengutip kesepakatan dari the World Summit for Social Development di Kopenhagen tahun 1995, bahwa sistem jaminan sosial merupakan komponen esensial dari perluasan pembangunan sosial dan dalam upaya menanggulangi kemiskinan. Lebih rinci, deklarasi summit tersebut antara lain mencanangkan “to develop and implement policies which ensure that all persons enjoy adequate economic and social protection in the event of unemployment, sickness, during motherhood and child-rearing, in the event of widowhood, disability and in old age.”

   C. Pendekatan.
Pendekatan yang selama ini digunakan lebih mengarah pada pendekatan berdasarkan permintaan (demand-based). Bahkan dalam naskah akademik Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pun masih tercermin pendekatan tersebut. Salah satu misi yang dicanangkan SJSN adalah “meningkatkan pelayanan sehingga seluruh penduduk merasa perlu menjadi peserta SJSN.” Semangat yang tercermin dalam misi ini adalah pendekatan demand-based. Di sini diharapkan suatu saat nanti keinginan untuk menjadi peserta dalam skema-skema SJSN akan timbul.

Hal ini sebenarnya cukup mengkhawatirkan, sebab dalam pelaksanaannya, yang dapat terjadi adalah penyelenggaraan pelayanan dengan spirit yang tidak berbeda dengan apa yang ada saat ini. Kemungkinan yang akan terjadi adalah pelayanan pemerintah yang minimal karena penduduk yang memerlukan pelayanan pemerintah; bukan karena sudah menjadi tugas dan kewajiban pemerintah untuk menghargai dan menghormati hak penduduk, serta melayani dan memenuhi kebutuhan penduduk.

Penyelesaian Perselisihan Perburuhan

Pertemuan HRD Club lalu berlang-sung tanggal 18 Juni 1999 menghadirkan Ibu Dra. Sri Razziaty Ischaja , anggota Panitia Penyelesaian Perse-lisihan Perburuhan Pusat ( P4P) dan Sekretaris APINDO.Topik yang dibawakan beliau adalah Penyelesaian Perselisihan Perbu-ruhan. Berikut kami sarikan makalah yang beliau bawakan.

Krisis moneter yang hampir dua tahun terjadi merupakan penyebab merosotnya perekonomian di negara kita. Hal ini sangat dirasakan oleh seluruh kalangan masyarakat. Sehingga tak bisa dielakkan lagi, guna menekan efisiensi dana yang harus dikeluarkan oleh perusahaan, selain efisiensi di bidang sarana dan prasarana, langkah pemutusan hu-bungan kerja terpaksa dilakukan di beberapa perusahaan.

Akibat terjadinya pemutusan hu-bungan kerja ini dan sulitnya mencari pekerjaan, sangat berdampak pada perilaku sosial masyarakat negatif yang terjadi akhir-akhir ini.

Beberapa faktor yang menga-kibatkan perubahan perilaku sosial yang menjurus ke arah negatif ini antara lain yaitu:

    Tidak terpenuhinya hak-hak yang harus diberikan kepada karyawan yang terkena PHK.
    Kurangnya informasi dari pihak perusahaan mengenai kebijakan-kebijakan yang diambil.
    Adanya pihak ketiga yang dengan sengaja menyusup mempenga-ruhinya .
    Masih adanya perusahaan yang menggaji karyawannya di bawah UMR dan hak-hak lain yang seharusnya mereka terima, yang terpaksa disetujui secara sepihak (dari pihak yang sangat membutuhkan pekerjaan).Dalam hal ini Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) tidak diperhatikan oleh kedua belah pihak.
    Tidak dibentuknya Lembaga Kerja-sama Bipartit sehingga keinginan kedua belah pihak tidak terea-lisasi.
    Tidak berfungsinya HRD dalam hal pembinaan hubungan indus-trial, terutama hubungan antara pihak pekerja dengan manajemen perusahaan

Kalau hal-hal di atas diperhatikan, maka pada saat krisis ini, para pekerjapun akan merespon dengan baik jalan keluar yang diambil, sehinggga pada saat terjadinya PHK akan terhindar dari kejadian buruk yang tidak diharapkan.

Dalam penyelesaian perselisihan industrial, dasar-dasar hukum yang harus diperhatikan antara lain:

    UU No.22 Tahun 1957 tentang : Penyelesaian Perselisihan Per-buruhan.
    UU No.12 Tahun 1964, tentang PHK di Perusahaan Swasta
    Kep Menaker No: 15 A/Men/ 1994, tentang Petunjuk Penyele-saian Perselisihan Hubungan Industrial dan PHK di tingkat perusahaan dan Pemerantaraan
    Per Menaker No. 03/Men/1996 tentang Penyelesaian PHK dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Jasa, dan Ganti Kerugian di Perusahaan Swasta.

Pemrosesan masalah Perselisihan Hubungan Industrial dilakukan dengan tatacara sebagai berikut:

    Salah satu pihak mengajukan permintaan berunding ke pihak lainnya
    Apabila ada kesepakatan dalam perundingan, dibuat persetujuan bersama. Setiap perundingan dibuat Berita Acara Perundingan
    Apabila ditolak/tidak ada jawab-an beritahukan Ketua P4D(mela-lui Kan Depnaker setempat)
    Ketua P4D memberitahukan ke-pada pihak-pihak yang berselisih bahwa telah menerima pemberi-tahuan tersebut
    Perantara memimpin perun-dingan untuk menyelesaikan masalah perselisihan tersebut
    Apabila ada kesepakatan dalam perundingan tersebut dibuat persetujuan bersama
    Apabila tidak ada kesepakatan diteruskan ke P4P

Dalam kasus Pemrosesan Masalah Pemutusan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tatacaranya adalah sebagai berikut:

    Pengajuan perkara sesuai prosedur
    Uraian Perkara Lengkap dan Sistimatis
    Adanya bukti bukti tertulis mengenai penyimpangan dan berita acara perundingannya.
    Tunjukkan ‘good will’ dari perusahaan.
    Sertakan saksi yang mendukung

Apapun keputusan hasil persi-dangan, perusahaan harus:

- Taat terhadap keputusan P4D dan P4P.

- Mengantisipasi dampak-dampak nya terhadap lingkungan kerja, pendekatan dan penjelasan ter-hadap karyawan harus dilaku-kan.

- Langkah selanjutnya, intros- peksi, pengembangan diri dan perbaiki sistem manajemen

Konferensi Perburuhan Internasional

Adalah sidang umum yang diselenggarakan setiap bulan Juni di Jenewa yang menjadi forum untuk membahas masalah-masalah buruh dan sosial. Tiap-tiap negara anggota ILO dapat mengirimkan empat orang delegasi untuk mengikuti Konferensi tersebut (ILOmemiliki 175 negara anggota). Empat delegasi dari tiap negara anggota ILO terdiri dari 2 orang wakil pemerintah, 1 orang wakil pekerja dan 1 orang wakil majikan, yang jika diperlukan juga didampingi oleh penasehat teknis. Setiap delegasi dapat bericara dan memberikan suara dalam pertemuan secara independen. Artinya, gabungan majikan dan pekerja memiliki suara yang setara dengan pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan dan program ILO. Agenda Koverensi Perburuhan Internasional antara lain adalah memilih Badan Pekerja, mengesahkan program-program ILO, membuat keputusan mengenai anggaran ILO, yang dananya berasal dari semua negara anggota. Koverensi Perburuhan Internasional juga mengesahkan standar buruh internasional yang dituangkan dalam bentuk sejumlah Konvensi dan Rekomendasi, mengesahkan resolusi kebijakan umum dan kegiatan ILO, dan menentukan penerimaan negara anggota yang baru.

Badan Pekerja adalah badan pelaksana ILO. Badan tersebut bertemu tiga kali dalam setahun di Jenewa yaitu pada Maret, Juni (setelah pertemuan Konverensi Perburuhan Internasional) dan November. Seperti juga ILO dan Koverensi Perburuhan Internasional, Badan Pekerja memiliki struktur tripartit yang terdiri dari 56 anggota penuh (28 orang wakil pemerintah, 14 orang wakil majikan dan 14 orang wakil pekerja) dan 66 anggota deputi (28 orang wakil pemerintah, 19 orang wakil majikan dan19 orang wakil pekerja). Kantor Buruh Internasional di Jenewa adalah sekretariat tetap ILO. Kantor ini bertugas menyiapkan berbagai dokumen dan laporan yang digunakan dalam konferensi dan pertemuan-pertemuan ILO, seperti Laporan Umum Komite Ahli Pelaksanaan Standar, laporan kepada Badan Pekerja dan komite-komite lainnya, dll). Selain itu, kantor ini juga menjalankan program kerjasama teknis yang mendukung kerja-kerja berdasarkan standar ILO. Dalam kantor tersebut, terdapat departemen yang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang menyangkut standar buruh internasional, juga terdapat departemen yang bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan buruh dan majikan.

Hubungan, kesehatan dan keselamatan kerja


HUBUNGAN KERJA

Hubungan kerja biasanya diidentikkan dengan antara bos dengan karyawan, atasan dan bawahan, majikan dan pembantu, dll. Ada benarnya juga memang, tetapi tidak harus seperti itu. Karena hubungan kerja bisa dengan keadaan yang setara, karena pada dasarnya hubungan kerja itu adalah suatu hubungan yang timbul antara pekerja dan juga dengan pengusaha setelah diadakan perjanjian terlebih dahulu biasany dalam bentuk tertulis atau dalam bentuk kontrak. Dengan demikian hubungan kerja tersebut adalah bentuk perjanjian kerja antara kedua belah pihak yang pada dasarnya memuat hak dan kewajiban dari masing-masing pihak.

      Didalam hubungan kerja terdapat tiga unsur yaitu:

a. Kerja

     Didalam hubungan kerja harus ada pekerja tertentu sesuai dengan perjanjian karena itulah dinamakan hubungan kerja.

b. Upah

    Pada unsur ini pihak pengusaha yang harus menjalankan kewajibannya dan pihak pekerja yang harus mendapatkan hak nya. Karena Pengusaha sudah mendapatkan hasil dari apa yang sudah dikerjakan oleh para pekerja maka pekerja juga harus mendapatkan hasil yaitu upah.

c. Perintah

  Dalam unsur ini harus ada yang pihak yang memberikan perintah, artinya satu pihak bisa memerintag dan pihak yang lain harus menjalankan perintahnya. Dalam hal ini pengusaha berperan sebagai pihak yang memberi perintah, dan pekerja berperan sebagai pihak yang harus menjalankan perintah.

    Didalam sebuah hubungan kerja hendaknya harus ditulis diatas kertas agar apabila suatu saat salah satu pihak mengingkari perjanjian, maka pihak yang lain bisa menuntut ke pengadilan.

Dasar Hukum Keselamatan & Kesehatan Kerja

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan & proses pengolahannya, landasan tempat kerja & lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.

Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi distribusi baik barang maupun jasa. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga & tidak diharapkan yang terjadi pada waktu bekerja pada perusahaan. Tak terduga, oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan.


   Tujuan keselamatan kerja adalah sebagai berikut:

1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup & meningkatan produksi & produktivitas nasional.

2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.

3. Sumber produksi dipelihara & dipergunakan secara aman & efisien



   Kerugian-Kerugian yang disebabkan Kecelakaan Akibat Kerja, Kecelakaan menyebabkan lima jenis kerugian, antara lain:

1. Kerusakan: Kerusakan karena kecelakaan kerja antara lain bagian mesin, pesawat alat kerja, bahan, proses, tempat, & lingkungan kerja.

2. Kekacauan Organisasi: Dari kerusakan kecelakaan itu, terjadilah kekacauan dai dalam organisasi dalam proses produksi.

3. Keluhan & Kesedihan: Orang yang tertimpa kecelakaan itu akan mengeluh & menderita, sedangkan kelurga & kawan-kawan sekerja akan bersedih.

4. Kelainan & Cacat: Selain akan mengakibatkan kesedihan hati, kecelakaan juga akan mengakibatkan luka-luka, kelainan tubuh bahkan cacat.

5. Kematian: Kecelakaan juga akan sangat mungkin merenggut nyawa orang & berakibat kematian.
Kerugian-kerugian tersebut dapat diukur dengan besarnya biaya yang dikeluarkan bagi terjadinya kecelakaan. Biaya tersebut dibagi menjadi biaya langsung & biaya tersembunyi.
Biaya langsung adalah biaya pemberian pertolongan pertama kecelakaan, pengobatan, perawatan, biaya rumah sakit, biaya angkutan, upah selama tak mampu bekerja, kompensasi cacat & biaya perbaikan alat-alat mesin serta biaya atas kerusakan bahan-bahan.
Sedangkan biaya tersembunyi meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu atau beberapa waktu setelah kecelakaan terjadi.

Sebab-Sebab Kecelakaan Kerja
Kecelakaan disebabkan oleh dua golongan penyebab antara lain:

1. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts)

2. Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions) Pencegahan Kecelakaan Akibat Kerja

1. Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan:
Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, kontruksi, perwatan & pemeliharaan, pengwasan, pengujian, & cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha & buruh, latihan, supervisi medis, PPPK, & pemeriksaan kesehatan.

2. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah mati atau tak resmi mengenai misalnya kontruksi yang memnuhi syarat-syarat keselamatan jenis-jenis peralatan industri tertentu, praktek-praktek keselamatan & hygiene umum, atau alat-alat perlindungan diri.

3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang diwajibkan.

4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat & ciri-ciri bahan-bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas & debu, atau penelaahan tentang bahan-bahan & desain paling tepat untuk tambang-tambang pengangkat & peralatan pengangkat lainnya.

5. Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis & patologis faktor-faktor lingkungan & teknologis, & keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan.

6. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Indonesia Saat Ini

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera.

Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.

Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.

Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.

Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.

Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.

Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.


HUKUM PRBURUHAN ( A )

PENGERTIAN dan RUANG LINGKUP HUKUM PERBURUHAN

SEJARAH HUKUM PERBURUHAN

Pada awalnya hukum perburuhan termasuk dalam hukum perdata yang diatur dalam BAB VII A buku III KUHP tentang perjanjian kerja. Setelah Indonesia merdeka, hukum perburuhan di Indonesia mengalami perubahan dan penyempurnaan yang akhirnya terbit UU No.1 tahun 1951 tentang berlakunya UU No.12 tahun 1948 tentang kerja, UU No.22 tahun 1957 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan, UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok ketenagakerjaan dan lain-lain.

  • PENGERTIAN HUKUM PERBURUHAN
  1. Menurut Molenaar : Hukum yang pada pokoknya mengatur hubungan antara majikan dan buruh, buruh dengan buruh dan antara penguasa dengan penguasa.
  2. Menurut Levenbach : Sebagai sesuatu yang meliputi hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu dilakukan dibawah pimpinan.
  3. Menurut Van Esveld : Hukum perburuhan tidak hanya meliputi hubungan kerja yang dilakukan dibawah pimpinan, tetapi termasuk pula pekerjaan yang dilakukan atas dasar tanggung jawab sendiri.
  4. Menurut Imam Soepomo : Himpunan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian seseorang bekerja pada orang lain enggan menerima upah.

  • LINGKUP HUKUM PERBURUHAN

Menurut JHA. Logemann, “Lingkup laku berlakunya suatu hukum adalah suatu keadaan / bidang dimana keadah hukum itu berlaku”.
Menurut teori ini ada 4 lingkup Laku Hukum antara lain :
  1. Lingkup Laku Pribadi (Personengebied)
    Lingkup laku pribadi mempunyai kaitan erat dengan siapa (pribadi kodrati) atau apa (peran pribadi hukum) yang oleh kaedah hukum dibatasi.
    Siapa – siapa saja yang dibatasi oleh kaedah Hukum Perburuhan adalah :
    a. Buruh.
    b. Pengusaha.
    c. Pengusaha (Pemerintah)

  2. Lingkup Laku Menurut Waktu (Tijdsgebied)
    Lingkup laku menurut waktu ini menunjukan waktu kapan suatu peristiwa tertentu diatur oleh kaedah hukum.

  3. Lingkup Laku menurut Wilayah (Ruimtegebied)
    Lingkup laku menurut wilayah berkaitan dengan terjadinya suatu peristiwa hukum yang di beri batas – batas / dibatasi oleh kaedah hukum.

  4. Lingkup Waktu Menurut Hal
    IkhwalLingkup Laku menurut Hal Ikwal di sini berkaitan dengan hal – hal apa saja yang menjadi objek pengaturan dari suatu kaedah.

  • PARADIGMA HUKUM PERBURUHAN

Berbicara tentang paradigma Hukum Perburuhan, terdapat tiga topik permasalahan yaitu :
1.    Permasalahan Hukum Perburuhan dilihat dari Ilmu Kaedah Hukum Perburuhan.
2.    Permasalahan Hukum Perburuhan dilihat dari Ilmu Pengertian Hukum Perburuhan.
3.    Permasalahan Hukum Perburuhan dilihat dari Filsafat Hukum Perburuhan.

Ditinjau dari Ilmu Kaedah Hukum Perburuhan, permasalahan Hukum Perburuhan mencakup Jenis Kaedah Hukum Perburuhan, dalam hal ini :
a.    Kaedah Otonom,
b.    Kaedah Heteronon.

      Kaedah Otonom adalah ketentuan – ketentuan di bidang perburuhan yang di buat di luar para pihak yang terikat dalam suatu hubungan kerja. Pihak ketiga yang paling dominan di sini adalah Pemerintah. Oleh karena itu bentuk kaedah heteronom adalah semua peraturan perundang – undangan di bidang perburuhan yang ditetapkan oleh pemerintah. Penyimpangan dimungkinkan dengan syarat bahwa penyimpangan dimungkinkan dengan syarat bahwa penyimpangan tersebut mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan  nilai ketentuan dalam kaedah heteronom itu sendiri. Nilai lebih tinggi atau tidak tergantung pada apakah ketentuan tersebut lebih menguntungkan kepada buruh atu tidak.

      Lebih lanjut, permasalahan Hukum Perburuhan dapat dilihat dari Ilmu Pengetahuan Hukum Perburuhan yang pada hakekatnya mencakup hal – hal tersebut di bawah ini :
1.    Masyarakat Hukum
2.    Hak dan Kewajiban Hukum
3.    Hubungan Hukum
4.    Peristiwa Hukum
5.    Obyek Hukum

Masyarakat Hukum yang diatur oleh Hukum Perburuhan merupakan masyarakat yang terdiri dari unsur – unsur sebagai berikut :
1.    Buruh
2.    Organisasi Perburuhan
3.    Pengusaha
4.    Pemerintah



  • LETAK DAN SUMBER HUKUM PERBURUHAN

Apabila kita berbicara letak dan sumber hukum perburuhan maka kita harus mengetahui bahwa hukum perburuhan ini merupakan cabang dari tata Hukum Indonesia. Apa saja dasar-dasar tata Hukum Indonesia? Diantaranya adalah Hukum perdata dan Hukum Negara.

Jika dipandang dari letak hukum perburuhan, maka kita akan membicarakan dasar-dasar tata Hukum Indonesia tersebut. Berdasarkan pernyataan ini, jika ditinjau dari aspek Hukum Tata Negara, lembaga – lembaga negara yang erat kaitannya dengan masalah – masalah perburuhan adalah Departemen Tenaga Kerja yang berfungsi sebagai Lembaga Eksekutif, DPR yang berfungsi sebagai Lembaga Legislatif, serta Mahkamah Agung berfungsi sebagai Lembaga Yudikatif.

Namun jika ditinjau dari sumber hukum perburuhan adalah sumber hukum material dan sumber hukum formil. Hukum material dari hukum perburuhan tersebut tak lain yaitu pancasila. Sedangkan hukum formilnya adalah Undang-undang, peraturan adat istiadat, dan peraturan KEPPRES (Keputusan Presiden), putusan panitia penyelesaian perselisihan perburuhan baik daerah maupun pusat, dan perjanjian hubungan kerja karyawan dan perusahaan.

Dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya hukum perburuhan maupun hukum Negara di Indonesia diangkat dari peraturan adat, karena bangsa Indonesia merupakan bangsa yang menjunjung tinggi suatu norma-norma. Peraturan adat adalah sumber hukum tertua, sumber dimana dapat digali sebagian dari perundang-undangan. Peraturan adat bisa menjadi hukum bila memiliki syarat-syarat yaitu, syarat materil, syarat intelektual dimana pertauran tersebut diyakini sebagai kewajiban hukum, serta adanya akibat atas melanggar hukum yang ditetapkan.


 
  • Pengerahan & Perdayagunaan Tenaga Kerja

Pengerahan dan pendayagunaan tenaga kerja di Indonesia akan terus berkelanjutan di dalam setia pemerintahan-pemerintahan yang akan datang. Untuk itu sistem informasi ketenagakerjaan yang mencakup penyediaan lapangan kerja dan permintaan tenaga kerja akan terus banyak permintahan dari pencari kerja dan perusahaan. Maka mekanisme yang tepat untuk mengembangkan pengerahan dan pendayagunaan tenaga kerja di berbagai sektor serta di berbagai daerah, untuk itu pemanfaatan pasar kerja di luar negeri juga akan dikembangkan. Di dalam hal ini akan kita jabarkan informasi aspek-aspek yang terkait dengan pengerahan dan pendayagunaan tenaga kerja di berbagai bidang :
  

  1. Tenaga Kerja Sukarela (TKS) Terdidik
Angkatan kerja usia muda terdidik diarahkan dan didorong tumbuh dan berkembang sebagai kader-kader wiraswasta. Sebagian besar dari mereka diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri dan orang lain. Mereka juga diharapkan dapat bertindak sebagai penggerak pembangunan, serta sukarelawan yang berkemauan dan berkemampuan mendorong kegai­rahan, kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Untuk angkatan kerja usia muda akan dilaksanakan pembinaan angkatan kerja muda terdidik, termasuk wanita, melalui Proyek Bimbingan Kerja Tenaga Kerja Sukarela (TKS) Terdidik. Penugasan dan pengabdian TKS terdidik pada dasarnya diarahkan untuk menjadi pengusaha dan wiraswasta atau konsultan usaha-usaha produktif serta tenaga teknis di sektor-sektor pembangunan. Pelaksanaan Proyek Bimbingan Kerja TKS Terdidik ditujukan untuk mengatasi masalah melimpahnya angkatan kerja usia muda terdidik yang tidak tertampung dalam lapangan kerja formal. Melalui proyek Bimbingan Kerja TKS terdidik mereka diharapkan dapat dikembangkan seperti yang disebutkan di atas melalui upaya-upaya pengembangan disiplin, pengembangan keterampilan, pengembangan kepemimpinan, kewirausahaan dan pengembangan semangat kerja keras serta kepeloporan.

     2.  Penyaluran Tenaga Kerja

Kegiatan penyaluran, pengerahan dan pendayagunaan tenaga kerja antar lokasi, antar kabupaten dan antar propinsi dalam rangka Antar Kerja Lokal (AKL), Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) maupun Antar Kerja Antar Negara (AKAN) terus ditingkatkan dalam setiap pemerintahan yang berjalan. Kegiatan penyaluran dan penyebaran tenaga kerja muda terlatih melalui mekanisme (AKAD) akan meningkatkan mutu dari tenaga kerja itu sendiri, yang ditandai dengan diadakannya pelatikan keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap tenaga kerja.

     3. Padat Karya Gaya Baru

Sejalan dengan usaha pemanfaatan potensi tenaga kerja ke arah kegiatan yang produktif, di daerah pedesaan dilaksanakan Proyek Padat Karya Gaya Baru (PPKGB). Proyek PKGB dimaksudkan untuk mendayagunakan kelompok-kelompok tenaga kerja penganggur dan setengah penganggur, yang produktivitas serta pendapatannya rendah di daerah-daerah yang relatif tertinggal dan padat penduduk. Proyek PKGB juga dimaksudkan untuk mengatasi masalah kekurangan lapangan kerja yang sewaktu-waktu timbul karena terjadinya bencana alam atau menurunnya kegiatan ekonomi. Sasaran lain dari PPKGB adalah untuk meningkatkan daya beli masyarakat berpen­dapatan rendah dan juga untuk mengurangi derasnya perpindahan penduduk ke kota-kota besar. Proyek PKGB di samping menunjang usaha pengembangan lingkungan pemukiman juga menunjang pariwisata dan dengan demikian menunjang peningkatan ekspor non-migas. Secara keseluruhan jenis kegiatan Proyek PKGB yang dilaksanakan meliputi pembangunan dan rehabilitasi prasarana ekonomi dan sosial yang dapat berfungsi dan bermanfaat bagi peningkatan produksi, taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.

     4. Sistem Teknologi Padat Karya

Penerapan teknologi padat karya akan terus dikembangkan di kecamatan-kecamatan yang relatif tertinggal dan padat penduduk. Dalam usaha pengembangannya diutamakan jenis-jenis teknologi yang merupakan sumber pertumbuhan. Misalnya teknologi yang menghasilkan perkembangan kerekayasaan, peningkatan mutu, perkembangan desain dan model. Pengembangan teknologi serupa itu diharapkan menghasilkan lapangan kerja yang akan menyerap tenaga kerja usia muda dan wanita lulusan SMTA, terutama yang berminat terhadap jenis-jenis teknologi yang dapat dipakai sebagai pemula usaha kecil yang mandiri.

     5. Pengembangan Usaha Mandiri dan Sektor Informal

Pengembangan usaha mandiri dan sektor informal yang telah dimulai sejak dahulu guna memperluas lapangan kerja di daerah pedesaan dalam bidang-bidang usaha jasa, industri rumah tangga, kerajinan rakyat dan sebagainya, terus dikembangkan dalam setiap pemerintahan. Pengembangan usaha mandiri dan sektor informal itu ditujukan untuk memperbaiki penghasilan kelompok masyarakat yang mempunyai mata pencaharian dengan penghasilan yang masih rendah, seperti buruh tani, petani penggarap yang tidak mempunyai lahan, petani berlahan sempit, peternak kecil, nelayan, pengrajin, wanita dan sebagainya.





Sumber + revisi
Sumber + revisi1
Sumber + revisi2

early warning system

Indonesia Tsunami Early Warning System

Program Sistem Peringatan Dini Tsunami

Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah suatu sistem yang komprehensif yang meliputi dua komponen utama, yaitu:
  • Upstream, yaitu mekanisme pengumpulan data dari peralatan yang diletakan di lapangan, pengiriman data ke pusat pengolahan data, proses analisa data dan informasi, hingga penyampaian peringatan dini pada pihak yang berwenang dan keseluruh masyarakat. Kegiatan upstream ini sangat sarat teknologi, mulai dari pemantauan gempa bumi, permukaan laut, sistem telekomunikasi, pengiriman dan pengolahan data, dan sistem komunikasi informasi;
  • Downstream, merupakan bagian lain dari Sistem Peringatan Dini Tsunami yang mengatur bagaimana penyampaian peringatan dini ini sampai kepada pihak yang berwenang dan masyarakat, bagaimana keterkaitan antara pusat dan daerah dalam penyampaian peringatan dini serta bagaimana kesiapan semua pihak baik di pusat, di daerah maupun di masyarakat dalam menindaklanjuti peringatan dini ini. Cakupan kegiatan downstream ini mulai dari mitigasi, kesiapan, dan ketanggapan maupun peningkatan kapasitas (institusi, masyarakat, maupun individu) dalam menanggapi peringatan dini tsunami sesuai dengan Prosedur Tetap Sistem Peringatan Dini sampai pada kesiapan masyarakat sendiri dalam menanggapi sistem tersebut. 



Pemantauan Gempa
Sebagai negara kepulauan yang rawan akan gempa, pemantauan atas gempa merupakan suatu kegiatan yang sangat penting di wilayah Indonesia. Memiliki sistem pemantauan gempa yang handal akan dapat membantu memberikan peringatan dini atas bahaya tsunami pada waktu yang cukup bisa bahaya tsunami tersebut benar mengancam akibat gempa bumi tersebut. Sistem pemantauan gempa harus dapat menentukan parameter gempa (titik gempa, kedalaman gempa, dan besarnya gempa) yang terjadi di Indonesia dalam waktu beberapa menit setelah gempa tersebut terjadi.
Menurut perencanaan Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia, tujuan dari peningkatan sistem pemantauan gempa ini adalah selain untuk mendukung peringatan dini tsunami, juga untuk mendukung jejaring jaringan pusat peringatan dini tsunami di Samudera Hindia serta di Pasific, Barat Daya Pasific serta wilayah Laut China Selatan.



Pemantauan Oseanografi
Pemantauan perubahan anomali laut ini digunakan untuk melakukan konfirmasi apakah tsunami benar terjadi setelah terjadinya gempa. Pemantauan sistem permukaan laut ini dilakukan dengan dua instrumentasi utama, yaitu tsunami buoy dan tide gauge. Informasi dari tide gouge dan/atau buoy akan memberikan data yang membenarkan bahwa telah terjadi tsunami, sehingga peringatan dini yang telah dikeluarkan adalah benar. Namun bila informasi dari pemantauan permukaan laut tidak memberikan data akan terjadinya tsunami, maka dapat dikeluarkan pembatalan atas peringatan dini tsunami yang telah dikeluarkan.

Pemodelan Tsunami
Pemodelan dan simulasi tsunami adalah salah satu metoda untuk membantu dalam sistem peringatan dini tsunami. Permodelan dan simulasi yang dilakukan adalah untuk dapat membuat prediksi apakah ada kemungkinan terjadi tsunami, berapa besar (ketinggian) tsunami, serta berapa kecepatan tsunami. Dengan memiliki model ini maka sistem peringatan dini tsunami dapat memperkirakan waktu dan tempat dimana akan terjadi tsunami akibat dari gempa yang terjadi sebelumnya. Pemodelan tsunami ini dilakukan pada setiap wlayah yang diasumsikan memiliki potensi bencana tsunami. Seluruh hasil modeling ini akan disimpan dalam suatu database.
Pada dasarnya tsunami modeling dapat dimanfaatkan untuk dua masalah utama:
  • Monitoring waktu riil mengenai pembentukan tsunami dan perkiraan dampaknya (lokasi dan waktu) pada daerah pesisir.
  • Mendukung rencana evakuasi dan kesiapan masyarakat melalui modeling, perhitungan sejarah kejadian masa lalu serta hipotesa hipotesa akan kemungkinan dampak gelombang tsunami ke daratan.


Sistem Komunikasi
Sistem Komunikasi adalah salah satu bagian yang penting dalam tsunami early warning system, yang mencakup data komunikasi (upstream) dan komunikasi informasi (downstream).
Bagian data komunikasi (upstream) adalah bagaimana sistem komunikasi ini dapat mendukung agar informasi / data dapat secara cepat dan akuran mencapai pusat pusat pengolahan data, misalnya dari peralatan monitoring ke pusat pemrosesan data. Selain itu juga bagaimana antara pusat pusat yang ada dapat saling berkomunikasi dan berbagi informasi secara cepat tampa hambatan.
Bagian komunikasi informasi (dowstream), bagaimana informasi mengenai gempa dan kemungkinan terjadinya tsunami dapat dengan cepat dikomunikasikan ke instansi terkait yang berkepentingan dalam menangani bencana di daerah daerah, serta mengkomunikasikan langsung ke masyarakat yang terancam bahaya tersebut.


Kesiapan Masyarakat
Kesadaran dan kesiapan adalah kunci utama dalam menghadapi dan melindungi masyarakat dari ancaman bencana. Sistem peringatan dini yang canggih tidak akan membantu banyak apabila masyarakat serta komponennya tidak siap untuk bertindak saat peringatan itu tiba. Untuk itu peningkatan kesadaran masyarakat dan pendidikan bagi masyarakat harus juga dilaksanakan secara simultan bersamaan dengan pembangunan TEWS. Program kesiapan masyarakat dalam hal ini adalah penyiapan masyarakat dan komponen pihak yang berwenang dalam mitigasi bencana, kesiapan, dan responsnya. Beberapa kegiatan yang tercakup adalah, penyusunan prosedur operasi standar pada semua tingkat, pemerintah daerah hingga pemuka masyarakat; model dan contoh-contoh pelaksanaan pelatihan, simulasi dan prosedur evakuasi, sosialisasi dan penyadaran ke masyarakat melalui materi materi seperti leaflet, brosure, dll.

 

sumber 

 

manajemen IT dalam menanggulangi bencana

Ketika tsunami melanda Mentawai, banyak pihak gerah mengapa peran manajemen teknologi informasi, early warning system yang telah ada tidak berjalan semestinya. Sebenarnya lembaga yang berwenang mengklaim telah menetapakan status bahaya tsunami. Namun selang beberapa waktu kemudian, justru peringatan itu dicabut. Hasilnya, tsunami melululantakkan kepulauan mentawai.
Indonesia tidak hanya sekali saja menghadapi tsunami. Setelah kota Aceh yang disapu ganasnya tsunami. Kita berbenah memperbaiki pengelolaan tanggap darurat bencana. Maka dipasanglah alat early warning system yang tersebar di beberapa titik rawan bencana.
Pada era terkoneksi sekarang ini peran teknologi informasi tidak bisa dinihilkan. Sedangkan manajamen pemerintahan harus melihat ini sebagai peluang dalam rangka menghadapi bencana.
Manajemen Teknologi Informasi
Manajemen teknologi Informasi itu sendiri beragam artinya. Namun kita akan membahas hal ini, tata kelola manajerial yang menggunakan perangkat teknologi informasi dalam prosesnya.
Apa ciri khas manajemen teknologi informasi:
  • Terkoneksi. Semua elemen organisasi akan terkoneksi satu dengan yang lainnya. Batasan yang merintangi akan mudah ditembus karena banyak gadget teknologi yang dimanfaatkan.
  • Serba cepat. Tidak perlu birokrasi yang berlama-lama. Melalui teknologi informasi birokrasi menjadi “kalau bisa dipermudah kenapa dipersulit?”
  • Terintegrasi. Ya, semua elemen organisasi akan terintegrasi secara lebih mudah. Integrasi di sini dalam bentuk komunikasi, hubungan, dan seterusnya.
Bencana
Sudah jamak diketahui orang banyak bahwa teknologi informasi mampu mendeteksi dini gejala akan adanya bencana. Jepang sebagai negara ring of fire yang rawan sekali dengan bencana telah menerapkan hal ini. Pada hakikatnya bencana itu sendiri sulit diprediksi dan datang tiba-tiba. Namun, teknologi informasi bisa meminimalisir potensi bencana yang ada.
Bagaimana peran manajemen teknologi informasi berkaitan bencana?
  • Deteksi dini. Ya, tepatnya early warning system. Manusia tidak bisa mengelak dari bencana. Tapi ketika mengetahui akan adanya bencana, setidaknya manusia bisa menyelamatkan diri.
  • Pemetaan. Gejala alam bisa juga diketahui dari tren yang berlangsung. Pola yang terjadi dalam rentang sekian tahun. Teknologi informasi bisa membantu memetakan hal tersebut.
  • Koordinasi. Ketika bencana telah terjadi peran teknologi informasi sangat vital dalam hal koordinasi.
Manfaat
Peran manajemen teknologi informasi yang paling penting tentunya ialah sistem komunikasi pusat yang 1 x 24 jam. Manusia bisa lalai. Akan tetapi, ketika peran itu dijalankan teknologi informasi, semua potensi kesalahan itu bisa diminimalisir bahkan dihilangkan. Tinggal tergantung user yang menjalankannya.
Sekali lagi manajemen teknologi informasi ini mendesak dilakukan karena pentingnya penanganan bencana yang sangat cepat.



sumber 

Kiat-kiat "PI" ONtime

Waahh. . . . deg- deg gan juga nih jadinya, kalo sudah dengar kata "PI" (penelitian ilmiah). semua mahasiswa D3 paling sensitif kalau dengar kata itu. . .
relax ajja bro. . . be your self ntu kuncinya,, jangan pernah jadi plagiat n cma copas PI orang lain, itu akan buat kamu pusing sendiri. . . cZ klo kamu ga punya basic nya pasti ga akan dapet hasilnya kan ????. . .

ni sedikit TIPS n bukan TRIK agar "PI" bisa ONtime'. . .
  • Siapkan mental beton ( kuat )
  • Cari- cari informasi tentang PI dari kakak kelas ( banyak share )
  • Siapkan bahan untuk PI serta judul PI ( materinya yang kamu kuasain yach )
  • Rajin konsultasi dengan DP ( min.By phone/sms )
  • DISLIPIN. . . eh salah,, DISIPLIN ( target ) 
  • banyak share di web site yang berhubungan dengan PI kamu ( penting tuh. . . )
  • intinya BANYAK BERTANYA. . . BANYAK BEKERJA.
good luck bro. . . moga ja bermanfaat buat kita smua :-)

sumber ; otak_saya_mengarang_indah.dot

Tujuan Etika

Etika dalah Prinsip-prinsip prilaku yang dibuat oleh badan-badan/organisasi propesi untuk mengawasi sikap dan perangai para anggotanya terutama berkenaan dengan moralitas. 

Tujuan etika propesi adalah untuk memelihari keluhuran profesi dan melindungi masyarakat engguna. Biasanya etika profesi ditulis dalam bentuk kode etik dan pelaksanaannya dibawah pengawasan sebuah majelis atau dewan kehormatan etik. 


kita bisa melihat bahwa ETIKA PROFESI
merupakan bidang etika khusus atau terapan yang merupakan produk dari
etika sosial.


tujuan pokok dari rumusan etika dalam kode etik profesi antara lain :
  1. Standar-standar etika, yang menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab kepada l lembaga dan masyarakat umum. 
  2. Membantu para profesional dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat dalam mengahadapi dilema pekerjaan mereka. 
  3. Standar etika bertujuan untuk menjaga reputasi atau nama para profesional. 
  4. Untuk menjaga kelakuan dan integritas para tenaga profesi.  
  5. Standar etika juga merupakan pencerminan dan pengharapan dari komunitasnya, yang menjamin pelaksanaan kode etik tersebut dalam pelayanannya 
  6. Standar-standar etika mencerminkan / membayangkan pengharapan moral-moral dari komunitas, dengan demikian standar-standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayananny 
  7. Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi 
  8. Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum (atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya